Dalamperjalanan, anda akan singgah di desa Wologai, desa tradisional yang mempunyai keunikan arsitek bangunan rumah adat traditional milik suku Lio. Setelah berkeliling di desa adat Wologai dan berfoto-foto, selanjutnya anda akan melanjutkan perjalanan menuju kota Ende. Anda akan melakukan kegiatan city sightseeing tour keliling kota Ende. GambarAlat Musik Tradisional NTT Nuren. Alat musik Nuren ini adalah alat musik yang lumayan dikenal pada daerah Solor Barat. Masyarakat di Sikka Timur tahu alat musik tradisional ntt yang ini dengan sebutan Sason atau Sason Nuren (secara etimologi Sason: Jantang dan Nuren Perempuan). Sason Nuren adalah perwujudan dari 2 buah suling, uniknya 2 buah suling itu Catatan 1) Eja: sapaan akrab (sapaan lingua franca) dalampergaulan antarlelaki dewasa dalam bahasa daerah Ende Lio atau Ngada Flores. 2) Kuwu: bangunan di atas kuburan nenek moyang yang digunakan sebagai tempat berkumpul, biasanya kaum lelaki.Tempat ini multifungsi bisa juga tempat menerima tamu atau tempat untuk panggang diri berkeliling di Fast Money. Lia Afif menunjukan baju rancangannya yang berbahan tenun ikat Ende-Lio. Foto Masruroh/BasraDesainer asal Surabaya Lia Afif kembali berkreasi dengan mengangkat wastra Nusantara. Kali ini Lia menyuguhkan busana berbahan tenun ikat Ende-Lio, Nusa Tenggara menuturkan jika kain tenun Ende-Lio ini unik karena hanya dibuat oleh suku tertentu di Ende. Perajinnya terkelompok pada suku tertentu."Motif pada tenun Ende-Lio ini selalu sama karena warisan turun temurun. Jadi tidak ada motif baru yang dibuat generasi penerusnya," jelas Lia kepada Basra, Sabtu 26/9. Lebih lanjut desainer spesialis busana muslim ini menuturkan, filosofi yang diaplikasikan pada tenun Ende-Lio ini berdasar keadaan sekitar, seperti gunung, manusia, binatang, dan para pengrajinnya menenun sesuai ingatan. Sehingga tidak memiliki pola tertentu sama warna tenun Ende-Lio ini khas alam, seperti hitam, merah, dan kuning yang cenderung gelap. Untuk bahannya sebagian masih memakai serat akar."Ada yang sudah menggunakan benang sehingga lebih muda menenunnya," imbuh pembuatan tenun ikat Ende-Lio, kata Lia, memakan waktu lama. Untuk satu kain tenun dengan panjang sekitar dua meter memerlukan waktu pengerjaan 2-3 bulan. Lia Afif saat berkunjung ke pengrajin tenun ikat Ende-Lio di NTT. Foto Dok. PribadiTenun ikat Ende-Lio berkaitan erat dengan tradisi, ritual adat, penghormatan terhadap sang pencipta, hajatan serta tradisi menenun tenun ikat Ende-Lio sebagai mata pencaharian pemenuhan kebutuhan ikat Ende-Lio pada suku Ende-Lio berperan sebagai pakaian kebesaran pada saat ritual/upacara adat, upacara penghormatan pada sang pencipta, seserahan saat ada hajatan , bukti kemampuan ketrampilan menenun persyaratan anak gadis untuk menikah, barang jaminan, busana kebesaran, memakaikan pada anak dan mantu, pakaian perang suku, serta sebagai barang dagangan, dan itu, agar terkesan lebih ringan saat dipakai, Lia berkreasi dengan menambahan bahan lain pada sisi badan kiri dan kanan. Ia juga menambahkan aksesoris dan payet di beberapa sisi busana rancangannya. Selain dalam bentuk dress untuk acara pesta, Lia Afif juga membuat kreasi celana yang bisa dipakai sehari-hari. Bisa dibilang jika etnik merupakan salah satu ciri khas rancangan Lia. Ini berawal dari kegemarannya berkeliling Indonesia bersama keluarga. Momen itu sekaligus dimanfaatkan Lia untuk mengenal kain tradisional daerah-daerah yang dikunjunginya. Kemudian ia berkesempatan bekerjasama dengan beberapa pemerintah mengangkat dan melestarikan kain tradisional dari daerah tersebut, Lia berkesempatan pula mengenalkan wisata daerah serta potensi lainnya."Semoga pandemi ini segera berakhir sehingga geliat fesyen Tanah Air kembali menyeruak dan mengangkat roda perekonomian perajin kain tradisional," pungkasnya. SEJARAH KEBUDAYAAN SUKU ENDE-LIO DI FLORESEnde merupakan Kota Kabupaten yang terletak di tengah-tengah pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur NTT, Indonesia. Di wilayah Kabupaten Ende terdapat dua 2 suku yang mendiami daerah tersebut, yakni suku Ende dan Suku Lio. Pada umumnya suku Lio bermukim di daerah pegunungan. Lokasinya sekitar wilayah utara Kabupaten Ende. Dan suku Ende bermukim di daerah pesisir yakni bagian selatan Kabupaten Ende. Pada dasarnya, bentuk kebudayaan kedua suku ini hampir sama, yang membedakannya adalah hasil pencampuran kebudayaan atau akulturasi. Budaya suku Lio merupakan perpaduan suku asli daerah Lio dengan ajaran Kristen Katolik yang dibawah oleh bangsa Belanda. Sedangkan budaya suku Ende merupakan perpaduan budaya asli daerah Ende dengan budaya Islam yang dibawah oleh pedagang-pedagang dari Sulawesi, yakni Makasar. Sebab akibat masuknya ajaran Islam yang dibawah oleh kaum pedagang dari Makasar adalah lokasi bermukim suku Ende yang terletak di daerah pesisir pantai. Mengingat jalur penghubung menuju daerah luar pada saat itu hanya melalui transportasi laut, maka hal itu juga yang menghubungkan jalur perdagangan, ditambah dengan sikap masyarakat suku Ende yang terbuka pada hal-hal baru; dengan sendirinya para pedagang tersebut merasa bahwa kedatangannya diterima. Pada saat kapal niaga yang mengangkut para pedagang tersebut datang, mereka disambut baik dan ramah oleh masyarakat setempat. Merasa kedatangan mereka diterima, sebagian dari pedagang tersebut bahkan ingin menetap di daerah Ende dan menikah dengan orang-orang masyarakat suku asli Ende. Berhubung para pedagang dari Makasar tersebut telah terlebih dahulu memeluk Islam, maka mereka juga menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat suku Ende yang waktu itu masih memeluk ajaran nenek moyang animisme. Contoh perpaduan budaya asli Ende dengan budaya dari Makasar yakni pakaian adat wanita yaitu Rambu baju yang hampir memiliki kesamaan bentuk dengan atasan baju Bodo Baju Adat wanita Sulawesi Selatan.

gambar pakaian adat ende lio